Selasa, 04 Agustus 2009

kapitalisme dan kemiskinan

Adanya suatu realita yang terjadi pada masa kini yang berbicara akan kekuasaan dan kekerabatan. Dimana, kekuasaan dan kekerabatan
merupakan suatu hal yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Secara luas diketahui bahwa kekuasaan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengendalikan orang lain, atau bahkan memadamkan usaha yang menentangnya. Jadi, dibalik kekuasaan ada ancaman paksaan atau kekuatan yang konstan jika ada perintah atau keputusan yang tidak dipatuhi secara sukarela. Karena itu kekuasaan biasanya mulai tampak sebagai suatu ciri penting kehidupan sosial pada masyarakat holtikultura yang intensif dan memiliki statifikasi sosial.
Sedangkan kekerabatan merupakan suatu hal yang tidak dipisahkan dari kekuasaan karena dengan kekerabatan kontrol sosial dapat terjadi, sehingga kekuasaan dapat dipertahankan oleh suatu individu atau suatu kelompok. Dilihat dari gejala yang terjadi di negara Indonesia. Bahwa dalam negara kita, kekuasaan dan kekerabatan sangat berpengaruh dalam sistem pemerintahan kita, sehingga disalahgunakan oleh suatu individu atau kelompok tertentu. mereka cenderung menggunakan kekerabatan pada kekuasaan untuk dijadikan suatu kontrol sosial terhadap orang lain. sehingga paradigma tersebut sudah menjadi rahasia umum pada kalangan masyarakat Indonesia.
Dalam menjelaskan fenomena ini kita teringat akan kata-kata Karl Marx,yaitu “komite esekutif kelas penguasa”. Arti dari kata-kata Marx tersebut, negara adalah suatu badan politik yang terutama berfungsi melindungi kepentingan ekonomi kelas sosial yang dominan dalam suatu masyarakat yang berstratifikasi. Dengan dibaginya masyarakat ke dalam kelas-kelas, maka negara menjadi suatu keharusan dari sudut pandang kelas dominan.
Kritikan marx tersebut, lebih menitik beratkan terhadap sistem itu sendiri, dimana para penguasa membentuk stratifikasi sosial agar kekuasaan mereka tetap terjaga dengan utuh. Dan stimulus ini pun pemicu tumbuhnya kapitalisme, yakni para kerabat sang penguasa dapat menjalankan sebuah sistem kapitalisme di dalam suatu negara, dimana para kapitalis dapat mengaruk keuntungan dari kaum proletar /masyarakat kelas bawah (Karl Marx) dengan cara menyita waktu kebebasan mereka setiap harinya untuk bekerja di sebuah perusahaan miliknya.
Itu semua bertujuan agar para kapitalis dapat mengaruk keuntungan yang banyak dan menambah kekayaan mereka. sedangkan kaum proletar tidak bisa berbuat apa-apa atas apa yang terjadi, yang mereka kehendaki hanyalah sebatas upah yang tidak seberapa untuk menghidupi keluarga mereka. Dan akibat dari sitem kapitalisme ini yaitu, adanya kesenjangan sosial yang terjadi terutama di kalangan masyarakat Indonesia, terjadinya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Itu semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di Indonesia saat ini. Dan inilah yang dimaksud oleh Marx dari teorinya tersebut.
Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, dan menurut Marx negara demokrasi adalah negara kapitalis, karena negara dikontrol oleh logika ekonomi kapitalis yang mendiktekan bahwa kebanyakan keputusan politik harus menguntungkan kepentingan kapitalis. Dengan istilah bahwa negara yang “memerintah” tetapi para kapitalis-lah yang “mengaturnya”. Sehingga tetap saja yang diuntungkan adalah para Sang-kapitalis, sedangkan masyarakat Indonesia lainnya yang pada umumnya rata-rata merupakan kaum proletar tetap berada dalam genggaman kemiskinan akibat kapitalisme.
selain pendapat Marx, saya teringat akan pendapat Marvin Harris yakni “ dengan timbulnya kelas-kelas sosial, semua perubahan ini,dan kelompok-kelompok yang mempunyai hak istimewa akan mulai membentuk rezim-rezim politik koersif untuk melindungi hak-hak istimewa mereka. dan apabila ada suatu monopoli kekuatan yang cukup untuk menindas ketidakpuasan massa yang melawan tertib sosial yang ada, maka timbullah negara. Dengan beberapa pengecualian, eksistensi negara berarti lenyapnya kebebasan manusia dan terceburnya sebagian besar manusia ke tingkat perhambaan”.
Oleh karena itu, masyarakat indonesia memerlukan spirit baru dalam membenahi dan membentuk watak bangsa yaitu melalui sikap yang berorientasi ke masa depan, kreatif, suka bekerja keras, ulet, pantang menyerah, berorientasi kepada prestasi dan jujur dalam segala tindakan. sehingga masyarakat Indonesia tidak selalu berada dalam genggaman sang kapitalis yang tanpa disadari merupakan suatu “momok yang menakutkan” demi kesejahtraan masyarakat Indonesia dalam melangkah kedepannya agar tidak selalu berada dalam keterpurukan di era globalisasi saat ini.
Daftar pustaka
- Sanderson, K Stephen.2003. Makro Sosiologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

pengantar tenaga kerja outsourcing

Kontributor utama dari fenomena ekonomi biaya tinggi tersebut dapat dengan mudah ditebak karena begitu banyaknya pungutan dari birokrat amatir di berbagai daerah. Besarnya pungutan tersebut sangat variatif dan besarnya kadangkala mencapai hingga 30 persen dari total biaya produksi. Tentu realitas ini sangat memberatkan pengusaha yang terpaksa melakukan efisiensi lain guna tetap hidup dan berkembangnya entitas usahanya.

Salah satu format efisiensi yang paling mudah adalah dengan menekan komponen upah buruh. Bentuknya dengan melakukan jalan pintas dengan memperkerjakan sebagian buruhnya secara kontrak, kendatipun illegal.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang tahap pembangunannya dilakukan secara konkuren (tahap unifikasi, tahap industrialisasi dan tahap kesejahteraan berlangsung secara bersamaan), kondisi ini sangat mempengaruhi perkembangan hukum perburuhan. Tahap industrialisasi yang menekankan pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya akan mengarahkan hukum perburuhan untuk melindungi pemilik modal. Hal ini berarti bahwa buruh dikorbankan demi pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Di lain pihak pada tahap kesejahteraan focus pembangunan adalah untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat termasuk buruh.

Tuntutan pemulihan ekonomi dari krisis multidimensional dan tuntutan peningkatan kesejahteraan buruh berjalan bersamaan. Kondisi ini akan mempengaruhi perkembangan hukum perburuhan, sehingga akan terjadi tarik menarik kepentingan dari kedua belah pihak. Ada satu proyeksi bahwa bisnis jasa perusahaan tenaga kerja atau yang lebih dikenal dengan jasa outsourcing akan booming. Sebab kondisi ekonomi secara global yang tidak memungkinkan perusahaan-perusahaan memberi gaji kepada karyawan tetap dalam jumlah banyak, dan banyaknya pengangguran.

Bagi Indonesia yang lapangan pekerjaan informal jauh melampaui lapangn kerja formal maka pekerja kontrak merupakan jembatan bagi jutaan pekerja informal untuk menjadi pekerja formal.

Sistem tersebut, merupakan fenomena global dimana efisiensi menjadi menjadi kunci dari keberhasilan perusahaan. Namun, banyak pihak terutama kalangan serikat pekerja yang menolak adanya sistem outsourcing, karena jelas-jelas merugikan pekerja dan hanya menguntungkan pihak pengusaha.

Tetapi, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa outsourcing banyak dilakukan dengan sengaja untuk menekan biaya pekerja dengan perlindungan dan syarat kerja yang diberikan jauh dibawah seharusnya, sehingga sangat merugikan pekerja.

Pengusaha akan berusaha untuk tetap mempertahankan ketentuan yang mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan outsourcing, di lain pihak buruh akan berusaha agar ketentuan Perjanjian Kerja Waktu tertentu dan outsourcing dihapuskan. Pengusaha akan berusaha menekan besarnya upah minimum, di lain pihak pekerja akan berusaha meningkatkan upah minimum. Pihak pemerintah cenderung untuk memihak para pelaku bisnis karena pemerintah menghadapi persoalan bagaimana menarik investor domestic/ asing dan untuk mengatasi masalah pengangguran. Dengan demikian hukum perburuhan ini akan diarahkan keberpihakannya kepada para pelaku bisnis bukan kepada pekerja/buruh semata-mata.